Sunday, April 2, 2006

Kalyla Giftiana Edwin

Dimulai dari adanya flek darah sewaktu Dini pipis (6/7), semua terlihat panik. Bapak dan Ibu Mertua saya mencoba menghubungi Pakde Darto di Jalan Kembar untuk meminjam mobil. Sayangnya, Pakde sedang tidur karena lelah sehabis bermain tenis. Saya juga sibuk berpikir mau pinjam kendaraan ke siapa. Akung atau Mang Edy?. Saya coba menghubungi Mang Edy. Eh… Mang Edy dan Bi Maya sedang belanja di BEC. Untuk datang ke Sukamenak bukan jarak yang dekat. Ke Akung? Hmm… Agak sungkan juga. Tapi Mamah rupanya sedang berpikir hal yang sama dengan saya, yaitu menelepon Akung. Mamah langsung mengangkat gagang telepon dan menghubungi Akung.


“Sudah… Mamah sudah pinjam mobil Gemini sama Akung,” kata Mamah.
Ah! Kebetulan ada Mang Boy. “Mang Boy! Antar Awin ambil mobil ke Akung, yo!” saya memohon. “Sekalian supirin ke Rumah Bersalin Ibu Mairah.” Sengaja saya ajak Mang Boy ke rumah sakit untuk jadi supir. Takut saya ikut-ikut panik waktu bawa mobil.

“Ya sudah… Ayo,” sahut Mang Boy.

Dengan becak, kami berdua ke rumah Akung yang masih satu komplek perumahan dengan Mamah. Sepanjang perjalanan pikiran saya tertuju pada Dini. Mudah-mudahan dia siap menjalani semuanya. Menjalani proses persalinan.

Setelah berbasa-basi, kami pulang. Di rumah, Bapak, Ibu, serta Dini sudah bersiap-siap. Tas darurat yang jauh-jauh dipersiapkan Dini saya masukkan ke bagasi mobil. Sementara suplemen tradisional, madu dan telor ayam kampung, dari Mamah Amot saya jinjing ke dalam mobil.

“Mudah-mudahan lancar, ya Win,” kata Mamah Amot dan Bi Emma. Mamah, Mamah Amot, Bi Emma, dan Papah, satu-persatu saya dan Dini salami sambil mengucap kata maaf dihati. Mudah-mudahan tidak ada apa-apa, kata saya dalam hati.

Akhirnya kami berangkat. Kupandangi wajah Mamah yang terlihat lelah. Masih ada semangat untuk melihat cucu pertamanya lahir. Sudah lama beliau mengidap penyakit Gagal Ginjal Terminal. Harapannya cuma mendengarkan tangisan cucu-cucunya. Aku dan Dini hanya bisa berharap. Biarkan beliau melihat cucu-cucunya tumbuh dewasa. Bisa memapahnya waktu berjalan. Bisa mengambilkan makanan atau minuman untuk neneknya, juga kakeknya.

Begitu tiba, Dini langsung diperiksa oleh bidan jaga. Hasilnya baru "Pembukaan 1" dan oleh bidan diperbolehkan pulang dgn alasan bahwa waktu kelahiran bisa satu atau dua minggu lagi. Bahkan disarankan agar Dini lebih sering utk jalan-jalan. Akhirnya kami pulang ke rumah.

Setiap hari, sesuai petunjuk dokter kebidanan, aku selalu mengantar Dini jalan-jalan. Maklum, kandungan Dini memang sudah “waktunya”. Sore itu, kira-kira pukul 17:00, kami berjalan-jalan di kompleknya Papah. Seperti kebiasaan orang hamil, Dini ngompol di jalan. Sambil termiris-miris Dini duduk di trotoar pinggir jalan. Tapi kok sampai dua kali. Deras lagi…

Dini sudah menjawab. Baru saja aku mau bertanya, Dini seolah-olah sudah tahu pertanyaanku. “Tapi nggak ada flek darahnya, A!”

“Ya udah… yuk kita pulang!” ajakanku disambut oleh tangannya yang dingin. Aku merasakan kekhawatirannya. Untung aku jadi laki-laki… Tinggal nembak!

Malam harinya setelah menemani Bapak/Ibu dan Pakde/Bude Darto berkunjung ke Mang Edy, kami semua pergi ke Matahari Dept Store, Kopo. Di saat sedang melihat-lihat Dini mengompol sangat deras. Ibu mencurigai ada kebocoran ketuban pada rahim Dini. Saat itu juga kami pulang dan memutuskan utk memeriksakan Dini ke Bidan Wanti Mulyono, didampingi Mamah Amot.

Pembukaan 2 kata Ibu Bidan. Kemungkinan malam ini juga Dini melahirkan. Dan Ibu Bidan sendiri mengakui adanya pecah ketuban.

Malamnya, Mas Gun di Gresik telepon utk menanyakan keadaan Dini. Setelah Dini menceritakan kondisinya, Mas Gun menyarankan Dini utk langsung memeriksakan diri ke dokter. Alasannya, takut bayinya keracunan ketuban.
Dicekam rasa khawatir atas perkataan Mas Gun, dgn mobil Pakde Darto, kami semua meluncur ke RB Ibu Mairah. Waktu menunjukkan pukul 23:15.

Dini diterima dan diperiksa oleh suster jaga karena dr. Ardi baru saja pulang. Hasil pemeriksaan dan kondisi akhir Dini diceritakan kpd dokter lewat telepon.

Ternyata, kata dokter, Dini sudah seharusnya masuk ruang persalinan sejak pemeriksaan awal oleh bidan jaga pagi hari (jam 10:00). Hati saya marah pada bidan jaga tadi pagi. Saya juga sempat berbicara dengan dokter melalui telepon dan menyatakan kekecewaan saya pada bidan jaga tadi pagi. Dokter sendiri mengakui kesalahan bidan jaga tersebut yang seharusnya berkoordinasi dengan dr. Ardi. Dia berjanji akan menegur bidan tersebut. Dokter juga berjanji terus memantau keadaan Dini meski lewat telepon.
Saat itu juga Dini diinduksi dgn cara memasukkan cairan infus yg akan meransang mulas. Mulai dari pukul 1:00 (Senin, 7 Juli), Dini mulai mulas. Dari mulas ringan sampai mulas berat yg datang tiap 5 menit sekali. Saya panik krn Dini membantingkan badan ke kanan dan ke kiri menahan mulas. Kasihan bayinya, kata saya dlm hati. Berkali-kali saya memutuskan utk membangunkan suster.

Setiap mulas datang saya berusaha memeluk Dini. Disitulah saya merasakan sakit yg dialami Dini. Terasa dari cengkramannya saat dia merangkul saya. Saya berusaha menenangkan, menghibur, dan memberinya semangat.

Sampai pada pukul 4:20, suster mencabut infus, menemani Dini, dan memijat-mijat kaki Dini supaya Dini merasa nyaman. Dr Ardi beberapa kali menelepon suster utk mengetahui perkembangan Dini.

Pukul 4:45, suster mulai mempersiapkan persalinan sambil menunggu kedatangan dokter. 30 menit kemudian dr Ardi datang, lantas membersihkan diri dan langsung ke ruang persalinan.

Sambil membetulkan sarung tangan karet ke sela-sela jarinya, dokter menerangkan prosedur persalinan kpd Dini dan meminta persetujuan dari saya utk melakukan prosedur tsb. Mulai melakukan persseon, vacuum, sampai tindakan operasi. Saya menyetujuinya.

Prosedur pertama dilakukan. Persseon. Tadinya dokter memberikan waktu 15 menit utk Dini melakukan persseon. Tapi baru dua kali tenaga Dini sudah terkuras. Dokter memutuskan mem-vacuum Dini. Vacuumisasi dilakukan secara ringan. Dgn semangat yg tinggi akhirnya bayi yg dikandung keluar.
Alhamdulillah... Dini terbujur lemah tak berdaya. Saya sempat memalingkan mata tak kuasa melihat kebesaran illahi. Subhanallah... Saya terharu melihat dan merasakan keadaan ini. Ditambah, begitu saya menanyakan kelamin bayi tsb, dokter menanyakan bayinya perempuan. Saya tambah terharu, begitu juga Dini. Padahal hasil akhir USG menunjukkan bayi yg dikandung Dini laki-laki. Harapan saya, dan mungkin Mamah, terpenuhi.

Dokter meminta saya menunggu diluar krn dokter akan menyelesaikan persalinan Dini. "Nanti kalau bayinya sudah dibersihkan, Bapak boleh balik lagi. Barangkali mau diadzankan." kata dokter.

Saya keluar ruang persalinan. Saya langsung memeluk Ibu yang sudah menunggu di luar sejak tadi dan memberikan ucapan selamat kpd saya. Sekali lagi saya menangis terharu dipelukan Ibu.

Kemudian saya mencari Bapak di kamar rawat inap dan memberitahu bahwa cucu ketiganya telah lahir. Bapak memberikan ucapan selamat. Setelah itu saya kembali ke ruang persalinan utk meng-adzankan bayi kami.

Kami berdua bersyukur kpd Allah SWT, krn telah dikaruniai seorang anak perempuan. Terlebih lagi tanggal kelahiran anak kami yang pertama sama dgn tanggal pernikahan kami setahun yg lalu. Senin Wage, 7 Juli 2003, pukul 5:40 WIB.

Dua hari kemudian kami memberi nama putri kami dgn KALYLA GIFTIANA EDWIN. Semoga Allah SWT memberikan belahan dan buah hati kami anak yg sholelah, berguna bagi keluarga, negara, agama. Amin...

Bandung, 11 Juli 2003.

No comments: